ISLAM NORMATIF DAN ISLAM
HISTORIS
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas
mata
kuliah Metodologi Studi Islam
semester I
Dosen Pengampu:
Drs. Ma'mun Mu'min, M.Ag
Drs. Ma'mun Mu'min, M.Ag
Disusun oleh:
1. Wildan Fadlil Mayana NIM: 1310120005
2. Hanum Ilaika F. NIM: 1310120006
3. Nur Kapit NIM: 1310120007
PROGRAM
STUDI TARBIYAH JURUSAN PAI
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN
2013/2014
ISLAM NORMATIF DAN ISLAM HISTORIS
I.
PENDAHULUAN
Islam merupakan agama yang benar-benar bersumber dari Allah SWT, yang tidak ada keraguan sedikitpun mengenai
kebenaran-Nya. Islam lahir sebagai agama yang menyempurnakan agama-agama
terdahulu yang sudah banyak dikotori oleh campur tangan pemeluknya sendiri.
Islam mempunyai sumber ajaran utama yaitu Al-Qur’an yang mutlak benarnya karena
bersumber langsung dari Allah SWT, yang
kedua yaitu Hadist sebagai sumber kedua setelah Al-Qur’an. Di dalam
Islam juga dikenal adanya Ra’yu atau akal pikiran yang digunakan sebagai sumber
pendukung untuk
mendapatkan hukum bila dalam al-Qur’an dan Hadits tidak ditemui. Islam juga mempunyai
berbagai karakteristik yang sangat luwes dan toleran, sehingga Islam menjadi
sangat menarik bagi pemeluknya baik dalam kajian historis maupun normatif. Oleh karena
itu, untuk memahami Islam secara keseluruhan diperlukan pendekatan yang
mencakup Islam dari berbagai aspeknya. Secara garis besar, Islam dapat dilihat dari dua
aspek yang saling terikat satu sama lain, yaitu sisi normatif dan historisnya.
Dari pandangan semacam inilah kemudian muncul istilah Islam normatif dan Islam
historis. Maka dari
itu, kajian Islam normatif dan Islam historis akan di bahas dalam makalah ini
yang mencakup: pengertian Islam normatif dan Islam historis, pengelompokan
Islam normatif dan Islam historis.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Apa pengertian Islam Normatif?
B. Apa pengertian Islam Historis?
C. Bagaimana pengelompokan Islam Normatif dan
Islam Historis?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian
Islam Normatif
Kata Normatif berasal dari
bahasa inggris norm yang berarti norma, ajaran, acuan, ketentuan tentang
masalah yang baik dan buruk, yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh
dilakukan. Makna norma erat hubungannya dengan akhlak.[1][1]
Adapun pengertian akhlak ialah sikap/sifat/keadaan jiwa yang mendorong untuk
melakukan suatu perbuatan ( baik/buruk ), yang dilakukan dengan mudah, tanpa
dipikir dan direnungkan terlebih dahulu.[2][2]
B. Pengertian
Islam Historis
Historis berasal dari bahasa inggris History yang
bernakna sejarah, yang berarti pengalaman masa lampau daripada umat manusia.[3][3] Kata sejarah secara terminologis berarti suatu
ilmu yang membahas berbagai peristiwa atau gejala dengan memperhatikan unsur
tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut.[4][4] Pokok persoalan sejarah senantiasa akan
berhubungan dengan pengalaman-pengalaman
penting yang menyangkut perkembangan keseluruhan keadaan masyarakat. Objek
sejarah pendidikan islam sangat erat hubungannya dengan nilai-nilai agamawi,
filosofi, psikologi, dan sosiologi. Maka dari itu, objek sasarannya itu secara
menyeluruh dan mendasar. Sesuai dengan sifat dan sikap itu, maka metode yang
harus ditempuh yaitu: deskriptif, komparatif, analisis-sintesis.
Cara deskriptif diwujudkan
bahwa ajaran-ajaran islam sebagai agama yang dibawa oleh Rasulullah SAW. dalam
Al-Qur’an dan Hadits, terutama yang berhubungan dengan pengertian pendidikan,
harus diuraikan sebagaimana adanya, dengan maksud untuk memahami makna yang
terkandung dalam makna tersebut.
Kemudian dengan cara komparatif
dimaksudkan bahwa ajaran-ajaran islam itu dikomparasikan dengan fakta-fakta
yang terjadi dan berkembang dalam kurun-kurun serta di tempat-tempat tertentu
untuk mengetahui adanya persamaan dan perbedaan dalam suatu permasalahan
tertentu, sehingga diketahui pula adanya garis yang tertentu yang menghubungkan
pendidikan Islam dengan pendidikan yang dibandingkan.
Ketiga, dengan pendekatan
analisis-sintesis. Pendekatan analisis
artinya secara kritis membahas, meneliti istilah-istilah,
pengertian-pengertian yang diberikan oleh
Islam, sehingga diketahui adanya kelebihan dan kekhasan pendidikan Islam. Dan
sintesis dimaksudkan untuk memperoleh kesimpulan yang diambil guna memperoleh
satu keutuhan dan kelengkapan kerangka pencapaian tujuan serta manfaat
penulisan sejarah pendidikan.[5][5]
Islam Historis adalah
Islam
sebagai produk sejarah[6][6]
dipahami dan Islam yang dipraktekkan kaum muslimin diseluruh penjuru dunia,
mulai dari Nabi Muhammad SAW. sampai sekarang.[7][7]
C.
Pengelompokan Islam Normatif dan
Historis
Ketika melakukan studi atau penelitian
Islam, perlu lebih dahulu ada kejelasan Islam mana yang diteliti; Islam pada
level mana. Maka penyebutan Islam normatif dan Islam historis adalah salah satu
dari penyebutan level tersebut. Istilah yang hampir sama dengan Islam Normatif
dan Islam Historis adalah Islam sebagai wahyu dan Islam sebagai produk sejarah.[8][8] Sebagai wahyu, Islam didefinisikan
sebagai wahyu ilahi yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW. untuk kebahagiaan
kehidupan dunia dan akhirat. Sedangkan Islam Historis atau Islam sebagai produk
sejarah adalah Islam yang dipahami dan Islam yang dipraktekkan kaum muslim di
seluruh penjuru dunia, mulai dari masa nabi Muhammad SAW sampai sekarang.
Pengelompokkan Islam normatif dan Islam
historis menurut Nasr Hamid Abu Zaid mengelompokkan menjadi tiga wilayah
(domain).[9][9]
Pertama,
wilayah teks asli Islam (the original text of Islam), yaitu Al-qur’an dan
sunnah nabi Muhammad yang otentik.
Kedua,
pemikiran Islam merupakan ragam menafsirkan terhadap teks asli Islam (Al-qur’an
dan sunnah nabi Muhammad SAW). Dapat pula disebut hasil ijtihad terhadap teks
asli Islam,seperti tafsir dan fikih. Secara rasional ijtihad dibenarkan, sebab
ketentuan yang terdapat di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah itu tidak semua
terinci, bahkan sebagian masih bersifat global yang membutuhkan penjabaran
lebih lanjut. Di samping permasalahan kehidupan selalu berkembang terus,
sedangkan secara tegas permasalahan yang timbul itu belum/tidak disinggung.
Karena itulah diperbolehkan berijtihad, meski masih harus tetap bersandar
kepada kedua sumber utamanya dan sejauh dapat memenuhi persyaratan. Dalam
kelompok ini dapat di temukan empat pokok cabang : (1) hukum/fikih,(2)
teologi,(3) filsafat, (4) tasawuf. Hasil ijtihad dalam bidang hukum muncul
dalam bentuk : (1) fikih, (2) fatwa, (3) yurisprudensi (kumpulan putusan
hakim), (4) kodikfikkasi/unifikasi, yang muncul dalam bentuk Undang-Undang dan
komplikasi.
Ketiga,
praktek yang dilakukan kaum muslim. Praktek ini muncul dalam berbagai macam dan
bentuk sesuai dengan latar belakang sosial (konteks). Contohnya : praktek
sholat muslim di Pakistan yang tidak meletakkan tangan di dada. Contohnya
lainnya praktek duduk miring ketika tahiyat akhir bagi muslim Indonesia,
sementara muslim di tempat/ negara lain tidak melakukannya.
Sementara Abdullah Saeed menyebut tiga tingkatan
pula, tetapi dengan formulasi yang berbeda sebagai berikut :
Tingkatan
pertama, adalah nilai pokok/dasar/asas,
kepercayaan, ideal dan institusi-institusi.
Tingkatan kedua
adalah penafsiran terhadap nilai dasar tersebut, agar nilai-nilai dasar
tersebut dapat dilaksanakan/dipraktekkan.
Tingkatan ketiga
manifestasi atau pratek berdasarkan pada nilai-nilai dasar tersebut yang
berbeda antara satu negara dengan negara lain, bahkan antara satu wilayah
dengan wilayah lain. Perbedaan tejadi karena perbedaan penafsiran dan perbedaan
konteks dan budaya.
Pada level teks, sebagaimana telah
ditulis sebelumnya, Islam didefinisikan sebagai wahyu. Pada dataran ini, Islam
identik dengan nash wahyu atau teks yang ada dalam al-Qur’an dan sunnah nabi
Muhammad. Pada masa pewahyuannya memakan waktu kurang lebih 23 tahun.
Pada teks ini Islam adalah nash yang
menurut hemat penulis, sesuai dengan pendapat sejumlah ilmuwan (ulama) dapat
dikelompokkan menjadi dua, yakni:
1.
Nash prinsip atau normatif-universal, dan
2.
Nash praktis-temporal
Nash kelompok pertama, nash prinsip atau
normatif-universal, merupakan prinsip-prinsip yang dalam aplikasinya sebagian
telah diformatkan dalam bentuk nash praktis di masa pewahyuan ketika nabi masih
hidup.
Adapun nash praktis-temporal, sebagian
ilmuwan menyebutnya nash konstektual, adalah nash yang turun (diwahyukan) untuk
menjawab secara langsung (respon) terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi
masyarakat muslim Arab ketika pewahyuan. Pada kelompok ini pula Islam dapat
menjadi fenomena sosial atau Islam aplikatif atau Islam praktis.
Dengan penjelasan di atas tadi dapat
ditegaskan, syari’ah sebagai the original
text mempunyai karakter mutlak dan absolut, tidak berubah-ubah. Sementara
fiqh sebagai hasil pemahaman terhadap the original text mempunyai sifat
nisbi/relatif/zanni, dapat berubah sesuai dengan perubahan konteks; konteks
zaman; konteks sosial; konteks tempat dan konteks lain-lain.
Sementara dengan menggunakan teori Islam
pada level teori dan Islam pada level praktek dapat dijelaskan demikian. Untuk
menjelaskan posisi syari’at pada level praktek perlu dianalogkan dengan posisi
nash, baik al-Qur’an maupun sunnah nabi Muhammad SAW. Dapat disebutkan bahwa
pada prinsipnya nash tersebut merupakan respon terhadap masalah yang dihadapi
masyarakat arab di masa pewahyuan. Kira-kira demikianlah posisi Islam yang kita
formatkan sekarang untuk merespon persoalan yang kita hadapi kini dan di sini.
Perbedaan antara nash dan format yang kita rumuskan adalah, bahwa nash
diwahyukan pada nabi Muhammad, sementara format yang kita rumuskan sekarang
adalah format yang dilandaskan pada nash tersebut. Hal ini harus kita lakukan,
sebab persoalan selalu berkembang dan berjalan maju, sementara wahyu sudah
berhenti dengan meninggalnya nabi Muhammad SAW.
IV. KESIMPULAN
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa Islam Normatif adalah Islam sebagai wahyu. Sedangkan Islam Historis
adalah Islam sebagai produk sejarah.
Pengelompokkan Islam
normatif dan Islam historis menurut Nasr Hamid Abu Zaid mengelompokkan menjadi
tiga wilayah (domain).
Pertama,
wilayah teks asli Islam (the original text of Islam), yaitu Al-qur’an dan
sunnah nabi Muhammad yang otentik.
Kedua,
pemikiran Islam merupakan ragam menafsirkan terhadap teks asli Islam (Al-qur’an
dan sunnah nabi Muhammad SAW).
Ketiga,
praktek yang dilakukan kaum muslim. Praktek ini muncul dalam berbagai macam dan
bentuk sesuai dengan latar belakang sosial (konteks).
Abdullah Saeed menyebut tiga tingkatan
pula, tetapi dengan formulasi yang berbeda sebagai berikut :
Tingkatan
pertama, adalah nilai pokok/dasar/asas,
kepercayaan, ideal dan institusi-institusi.
Tingkatan
kedua adalah penafsiran terhadap nilai dasar
tersebut, agar nilai-nilai dasar tersebut dapat dilaksanakan/dipraktekkan.
Tingkatan
ketiga manifestasi atau pratek berdasarkan
pada nilai-nilai dasar tersebut yang berbeda antara satu negara dengan negara
lain, bahkan antara satu wilayah dengan wilayah lain. Perbedaan tejadi karena
perbedaan penafsiran dan perbedaan konteks dan budaya.
V.
PENUTUP
Demikianlah
makalah Islam Normatif dan Islam Historis
yang kami susun. Semoga dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kita tentang Islam Normatif dan
Islam Historis dalam mata kuliah Metodologi Studi Islam. Kritik
dan saran yang membangun dari pihak pembaca sangat kami harapkan demi perbaikan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin, Ilmu Pendidikan
Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009.
Nata, Abuddin, Studi Islam
Komprehensif, Jakarta: Prenada Media Group, 2011.
Yusuf, Ali Anwar, Studi Agama Islam, Bandung: Pustaka Sedia, 2003.
Zuhairini, Sejarah Pendidikan
Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Nasution, Khoiruddin,
Pengantar Studi Islam, Yogyakarta : ACADEMIA , 2009.
Mudzar, M. Atho, Pendekatan
Studi Islam dalam teori dan praktek, Yogyakarta: pustaka Pelajar, 1998.
[8][8] H. M. Atho Mudzar, Pendekatan
Studi Islam dalam teori dan praktek, (Yogyakarta: pustaka Pelajar, 1998),
hlm.19-22
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar, kritik, masukan-masukan yang positif, maupun yang lainnya. Silahkan ambil segala sesuatu yang bermanfaat yang ada di dalam blog ini.Hindari dari hal-hal yang bernuansa sara, pornografi, penghinanaan dan sebagainya.
Terima kasih.